Ekonomi Indonesia Lesu, Akibat Korona

 

Ekonomi Indonesia Lesu, Akibat Korona

Coronavirus atau Covid-19 adalah (masih) bagian dari keluarga besar penyakit MERS-CoV[1] dan SARS-CoV[2] yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan dan penyakit ini dapat menyerang hewan atau manusia. Dilansir dari Alo Doker dan Jatim.com (30/3),jika terjangkit virus ini, terdapat beberapa gejala yang timbul seperti bersin-bersin, batuk kering, sakit tenggorokan, demam, dan hidung tersumbat. Ini berbeda dari flu pada umumnya. Pada flu biasa, umumnya gejala yang ditimbulkan ialah batuk ringan, hidung mengeluarkan cairan berupa cairan, dan biasanya di sertai dengan demam. Jika terjangkit virus ini (coronavirus) dapat menimbulkan risiko dari yang paling ringan (kondisi tumbuh melemah) hingga yang paling berat (kematian). Akibat lainnya dari virus ini ialah, menjadi ’malapetaka’ dari berbagai bidang, terutama pada bidang ekonomi.

Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia mengkonfrmasi coronavirus sudah masuk ke Indonesia pada 2 Maret 2020 yang tidak lama setelah konfirmasinya tersebut membuat beberapa kebijakan salah satunya ialah melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). PSBB dilakukan secara bertahap dibeberapa wilayah yang dimulai dari wilayah paling banyak kasus coronavirus-nya. Dengan adanya PSBB ini, semua kegiatan yang awalnya luring (offline) menjadi daring (online) wajib diterapkan mengingat WHO telah menyatakan bahwa, virus ini dapat menyebar melalui percikan air liur dan melalui udara. Dengan menggunakan kacamata ekonomi, PSBB ini menimbulkan masalah yang cukup serius. Masalah yang timbul akibat kebijkan ini ialah terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Melihat dari sisi makro, akibat adanya PHK maka akan terjadi pendapatan turun, lalu akan berlanjut pada daya beli yang rendah, yang selanjutnya akan mengurangi tingkat konsumsi pada masyarakat, lalu pajak pun akan menurun (dimana pajak adalah kontribusi pendapatan negara paling besar yakni 82,5 persen)[3] dan akhirnya akan membuat pertumbuhan ekonomi turun yang awalnya ditarget oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani sebesar 5,3%.

Kebijakan yang telah diambil Presiden Republik Indonesia tentu menuai pro dan kontra. Pada sisi pro, pemerintah berharap dengan adanya PSBB ini, penyebaran virus korona dapat ditekan serta menghindari terbentuknya kerumunan. Dikutip dari website Kata Data (katadata.co.id) Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Manardi menjelaskan, laju kasus positif virus corona turun 11% berkat pelaksanaan PSBB yang ketat. Doni Manardi menambahkan bahwa, penurunan laju kasus positif corona tidak boleh membuat  lengah, sebab ada lima klaster yang berpotensi meningkatkan jumlah kasus positif virus corona di Indonesia serta pada website lainnya menyatakan, efektivitas PSBB terhadap pembatasan pergerakan masyarakat sangat berbeda (aktivitas keluar-masuk provinsi sangat dibatasi). Dari segi kontra menimbulkan masalah yakni, pada sektor informal paling terkena dampaknya seperti pedangang asongan, UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah), dan driver ojol (Ojek Online ). Menurut ekonom Bhima Yudhistria Adhinegara dari INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) mengatakan, PSBB berdampak hampir merata ke semua sektor dan sektor informal seperti ojol yang dimana pemerintah melarang driver ojol untuk mengangkut penumpang. Kemudian diliburkannya orang kantoran yang efeknya pada masyarakat kelas menengah bawah yang upahnya harian, lalu ada pedagang asongan. Harusnya sebelum diajukan PSBB bantuannya sudah cair ke orang miskin, maupun juga ke pekerja-pekerja informal.

Mengupas lebih dalam pembahasan paragraf kedua, perlu diketahui pada ekonomi makro, komposisi atau kompenen dalam menghitung pendapatan sebuah negara terdiri dari, Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB), Gross National Product (GNP) atau Produk Nasional Bruto (PNB), Net National Product (NNP) atau Produk Nasional Netto (PNN), National Income (NI) atau Pendapatan Nasional (PN), Personal Income (PI) atau Pendapatan Perseorangan (PP), dan yang terakhir ada Disposable Income (DI) atau Pendapatan Bebas (PB). Mengacu pada data paragraf kedua, terjadi PHK yang akan menurunkan pendapatan serta daya beli masyarakat, maka komponen yang akan terkana dampaknya ialah GDP atau PDB yang mana komponen tersebut adalah nilai produk yang diproduksi masyarakat nasional dan asing dalam suatu negara pada periode tertentu. Berlanjut pada pajak (dalam hal ini pajak langsung), maka komponen yang menjadi dependennya ialah DI atau PN yang mana komponen ini adalah nilai NI dikurangi oleh pajak langsung. Adapun pajak tidak langsung yang mempengaruhi komponen NI yang mana komponen ini adalah nilai NNP yang dikurangi dengan pajak tidak langsung. Singkatnya, pendapatan nasional adalah nillai seluruh barang dan jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pendapatan dalam menghasilkan barang dan jasa selama jangka waktu tertentu, yang biasanya dihitung dalam satu tahun[4]. Dari ekonomi makro beralih sedikit ke ekonomi mikro, yang bisa sedikit menjelaskan kenapa terjadi PHK. PHK terjadi akibat dari kebijakan PSBB yang membuat output pada perusahaan turun yang langsung berdampak pada profit atau laba perusahaan ikut turun dan bisa mencapai kerugian. Untuk itu, perusahaan akan menerapkan PHK untuk menekan pengeluaran yang dapat merugikan perusahaan (dalam hal ini biaya gaji).

Menginterpretasikan judul esai ini, dengan tegas memberitahu bahwa, korona dapat membuat lesu roda perekonomian. Lemahnya roda perekonomian akibat dari pengambilan keputusan oleh pemerintah yang tentu menuai pro dan kontra. Pada sisi pro, pemerintah ingin menekan penyebaran virus corona namun disaat yang bersamaan terjadi PHK di beberapa perusahaan. Solusi untuk saat ini (orang yang terkana PHK), pemerintah memberikan intensif bantuan berupa Kartu Prakerja dan Kepastian THR (Tunjangan Hari Raya). Namun, pemerintah tetap harus lebih mengkaji serta mengevaluasi setiap kebijakan yang diambil, dan tidak malas untuk terjun ke lokasi agar yang dapat bantuan tidak salah sasaran.

 

Daftar Pustaka

Kata Data. (den 4 Mei 2020). Hämtat från Nasional: https://katadata.co.id/agungjatmiko/berita/5eafec8820dea/laju-positif-corona-turun-11-berkat-psbb-pemerintah-pantau-5-klaster den 27 Juli 2020

Idris, M. (den 12 April 2020). Kompas. (M. Idris, Redaktör) Hämtat från Money, Kompas: http://money.kompas.com/read/2020/04/12/092325726/5-upaya-jokowi-selamatkan-nasib-karyawan-selama-wabah-virus-corona?page=all den 29 July 2020

Kurniawan, S. (den 11 Juli 2020). Kontan. Hämtat från Kesehatan: https://kesehatan.kontan.co.id/news/who-akui-penularan-corona-lewat-udara-ini-kegiatan-berpotensi-transmisi-aerosol?page=all den 27 Juli 2020

 



[3] Berdasarkan penerimaan APBN 2019

[4] Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Comments

Popular Posts